Senin, 25 Maret 2013

Ketidakadilan Sosial dan Gender

Ketidakadilan sosial sangat berkaitan erat dengan gender. Gender adalah perbedaan antara laki-laki dan perempuan yang bukan dari segi biologisnya namun dari kontruksi sosial yang berkaitan dengan peran laki-laki dan perempuan dalam masyarakat. Dari sini, kita dapati bahwa keadaan masyarakat membentuk ketidakadilan yang disebabkan oleh gender. Bentuk-bentuk ketidakadilan tersebut antara lain mencakup :
- Stereotip 
merupakan pelabelan yang diberikan kepada laki-laki atau perempuan. Misalnya saja masyarakat melabelkan bahwa perempuan itu lemah, perempuan itu harusnya di dapur, permpuan itu tugasnya mengurus rumah tangga atau laki-laki itu tidak boleh menangis, laki-laki itu harus kuat, dsb....rasakan, ini sungguh tidak adil baik bagi laki-laki maupun perempuan. Bagaimana coba, jika laki-laki ingin menangis atau jika perempuan tidak mau di dapur?
- Beban ganda
biasanya ini menimpa kaum perempuan, kebanyakan masyarakat sudah mengecap bahwa pekerjaan perempuan adalah di belakang. Andaipun perempuan mendapat kesempatan bekerja di luar, mereka merasa berat karena mempunyai beban ganda yaitu mengurus rumah tangga dan berada di luar.....adilkah ini?
- Marginalisasi
lagi-lagi ini juga biasanya terjadi pada perempuan. Jika sudah membicarakan suatu hal penting yang melibatkan diskusi orang banyak, di acara kumpulan di desa misalnya, perempuan biasanya akan termarginalkan. Orang-orang akan selalu mementingkan pendapat laki-laki dan mengesampingkan perempuan. Atau menurut sumber lain, marginalisasi berarti pemiskinan perempuan dalam ekonomi dan berkaitan dengan kesempatan berpolitik juga.
- Diskriminasi
masih berkaitan dengan marginalisasi, diskriminasi juga merujuk ketidakadilan yang timbul karena gender. Perempuan sering didiskriminalisasi tentang hak-hak dan kesempatan yang kecil untuk bisa berada di luar.
- Kekerasan
ini bisa menimpa laki-laki maupun perempuan. Kekerasan bisa berupa fisik maupun psikis. Kekerasan fisik bisa terjadi karena misalnya seorang perempuan dipukul karena membantah perkataan suami. Kekerasan psikis misalnya seorang perempuan dimadu oleh suaminya, atau seorang laki-laki dikucilkan masyarakat karena bersikap lemah lembut seperti perempuan.
- Subordinasi
yaitu anggapan bahwa kedudukan perempuan lebih rendah daripada laki-laki. Terang saja, mereka yang setuju dengan hal ini mungkin mendasarkan pada ayat : " Ar rijaalu qowwamuna 'alanisaa" (An Nisa: 34)yang artinya, laki-laki adalah pemimpin bagi wanita, namun apakah mereka tidak memikirkan ulang tentang tafsir ayat ini? lalu bagaimanakah dengan hadis nabi yang menyuruh kita mengutamakan ibu sebanyak 3 kali daripada ayah, bukankah ibu adalah perempuan?

Akhirnya, sedikit paparan di atas semoga dapat membuka mata kita lagi bahwa masyarakat sangat membentuk ketidakadilan sosial berkaitan dengan gender. Quraish Shihab, dalam bukunya yang berjudul 'Perempuan', menjawab permasalahan ini dan saya banyak setuju dengan pendapat beliau yang berdasarkan pendapat orang-orang besar dibelahan bumi lain. Terutama, saya setuju bahwa laki-laki tetaplah menjadi laki-laki, perempuan tetaplah menjadi perempuan namun kesempatan keduanya harusnya sama. Dan, keadilan bukan berarti kita mendapat porsi yang sama antara laki-laki dan perempuan, namun keadilan berarti memberikan porsi sesuai kemampuan masing-masing karena bagaimanapun permpuan dan laki-laki tetaplah berbeda terutama dalam segi biologisnya.

Untuk masalah rumah tangga, saya bukanya fanatik dan bersikeras untuk berniat meninggalkan pekerjaan (yang seperti yang telah kita paparkan di atas) untuk mengurus rumah tangga, tapi mengutip pendapat seorang kawan bahwa dalam rumah tangga itu, kita tidak menjadi 'aku' dan 'kamu' tapi 'kami', jadi apa salahnya saling bekerja sama dan tolong menolong dalam mengerjakan tugas tersebut.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar