Pernah nangis?
Kita tau, hidup ini memang tak selamanya mulus, lurus, dan
bagus. Kalau aku tanya pernah nangis? Jawab apa?
Kemarin beberapa hari yang lalu, aku baru mendapati salah
seorang teman sekamar yang curhat lewat sms kalau ia menangis. Kemarin lagi,
hari sabtu, sahabatku yang sudah beda kamar, ia juga menangis. Tadi malam, aku
baru menangis juga. Ada apa ini sebenarnya? Mungkin, seandainya aku tanya semua anak seperjuanganku mereka pasti semuanya pernah menangis.
Bukan teman, kita bukan menangis karena patah hati. Kita itu
wonder woman yang anti patah hati loh (beneran ga tuh?ckckck). Temen sekamarku
itu menangis gara-gara ia cape. Setiap hari pergi menuntut ilmu dengan naik
angkutan umum, padahal untuk menuju tempat menunggu angkutan umum itu harus
berjalan kaki lumayan jauh, kira-kira 500m. Belum lagi proses menunggu, jalur 7
atau Trans Jogja yang memakan waktu. Hari itu, dia sudah berangkat pagi-pagi
betul, tapi ternyata mata kuliah itu kosong. Pasti dia belum sarapan, dan
banyak tugas yang menunggunya. Oiya, dia juga masih merasa cape dan jengkel
karena kemarin, dia pulang jam 8 malam gara-gara nunggu Trans Jogja. Aku tau posisi seperti itu, dan aku juga
pernah merasakanya, tapi bedanya aku naik sepeda.
Dia langsung nangis di kamar mandi. Aku hanya mengirimi sms
untuk membuatnya tenang, aku bilang : menangis saja, supaya lega, dan
lain-lain, semoga kata-kataku tidak salah. Karena ketika posisi seperti itu,
orang sangat sensitif sekali. Jangan pernah sekali-kali mengatakan : “sabar”
ketika orang dalam kondisi seperti itu teman, karena walaupun kata itu benar,
tapi ia juga tau kalau ia harus bersabar, hanya memang setiap orang suatu saat
mengalami kondisi seperti itu. Yang dibutuhkan adalah ia bisa mengeluarkan semua
unek-unek nya dan ia bisa lega kembali.
Yang ke dua, sahabatku yang dulu satu kamar denganku.
Kemarin ia menangis waktu di fakultasku. Saat berangkat bersama, sepanjang
jalan ia sudah mengeluh : cape. Ia bilang ia ingin menangis, aku suruh ia
menangis tapi katanya malu karena di jalan. Bagaimana tidak, hari sabtu kuliah,
jadwal pengganti tapi tidak jelas, pastilah ia merasa sebel. Puncaknya, ketika
ternyata mata kuliahnya kosong, materi ujianya di pinjam temanya dan temanya
memberikan ke teman lainya. Jadilah ia menangis, di depan satu teman sekelasnya
ketika aku sedang mengetik tugas. Aku hanya diam dan katakan : menangis saja,
tidak apa-apa. Lalu dia minta sepedaan, aku turuti dan aku ajak dia berkeliling
melewati jalan-jalan yang belum dia lewati. Ia akhirnya sangat senang dan tidak
sedih lagi. Kadang kita juga membutuhkan refreshing untuk menghilangkan penat
dan jenuh loh.
Menangis bagi kami? Ya, biasanya karena masalah-masalah cape. Cape mikir tugas, cape fisik, dan suasana hati yang kurang enak, biasanya puncaknya ketika ada masalah-masalah lain yang turut mendukung kecapean tersebut. Hal yang biasanya biasa tiba-tiba menjadi masalah dan dikambing hitamkan sebagai timbulnya masalah, misalnya : kendaraan yang tidak otomatis (sepeda), laptop yang dilarang dioperasikan di pondok, jarak kampus-pondok jauh, aturan-aturan tidak boleh pulang malam, tidak boleh ini, itu, bahkan mengantri bisa ikut jadi masalah juga. Kadang, kami sering menghayal dan berpikir : seandainya kita seperti mahasiswa-mahasiswa lain, naik motor, ngekos, bisa hapean kapan aja, bisa pulang ke rumah kapan saja, waktu istirahat, mengerjakan tugas dan belajar juga lebih banyak.
Menangis bagi kami? Ya, biasanya karena masalah-masalah cape. Cape mikir tugas, cape fisik, dan suasana hati yang kurang enak, biasanya puncaknya ketika ada masalah-masalah lain yang turut mendukung kecapean tersebut. Hal yang biasanya biasa tiba-tiba menjadi masalah dan dikambing hitamkan sebagai timbulnya masalah, misalnya : kendaraan yang tidak otomatis (sepeda), laptop yang dilarang dioperasikan di pondok, jarak kampus-pondok jauh, aturan-aturan tidak boleh pulang malam, tidak boleh ini, itu, bahkan mengantri bisa ikut jadi masalah juga. Kadang, kami sering menghayal dan berpikir : seandainya kita seperti mahasiswa-mahasiswa lain, naik motor, ngekos, bisa hapean kapan aja, bisa pulang ke rumah kapan saja, waktu istirahat, mengerjakan tugas dan belajar juga lebih banyak.
Tapi, khayalan itu nantinya akan tenggelam lagi ketika kami berpikir : mengapa mencari ilmu harus dengan kemewahan-kemewahan dunia, mana
tantanganya? Banggakah ketika berhasil tapi ternyata fasilitas hidup memang
sudah komplit? Lebih bangga mana ketika kita berhasil dengan usaha kita,
mengayuh sepeda dengan perut kosong(kadang-kadang) demi ilmu, rela duduk
berjam-jam di kampus dengan tidak nyaman demi membuka laptop dan mengerjakan
tugas? Rela berlama-lama di kampus dan menunggu hujan reda, padahal di pondok
kita baru saja mencuci dengan sekuat tenaga malam hari dan jemuran tidak
terselamatkan di sana. Rela berbagi privasi karena dalam satu kamar terdiri
dari banyak anak. Rela menahan rindu yang dalam dengan kampung halaman karena
jarang boleh pulang. Mengantuk setiap mata kuliah karena kelelahan dan kurang
nutrisi, sampai-sampai ditegur dosen. Aku rasa, bukan hanya aku yang
mengalaminya, salah seorang pembaca blog ini pasti sedang tersenyum karena
sepakat dengan tulisan ini.
Iya, itu nikmat. Sepedaitu nikmat sekali, rindu kampung
halaman juga nikmat, hujan juga sangat
nikmat, baju kehujanan itu tandanya baju kita dibilas ulang oleh Allah supaya
bersih dari najis, menunggu pun ada kenikmatan tersendiri, dan mengantuk adalah
bagian dari kenikmatan yang luar biasa. Dan yang paling nikmat adalah kita
banyak teman, tak pernah kesepian, teman yang selalu perhatian dan sayang. Kita
tahu, banyak yang tidak bisa menikmati indahnya mencari ilmu yang mereka
terganjal masalah biaya, dan lain-lain. Banyak juga yang usahanya lebih lebih
lebih berat dibanding kita kawan, kita belum ada apa-apanya. Bersyukurlah J
Tadi malam, aku menangis gara-gara aku kesal. Hari minggu
kemarin, aku dedikasikan seluruh waktuku
untuk belajar fiqh lughoh sampai aku biarkan cucian bertumpuk-tumpuk di ember.
Namun, aku tidak bisa belajar. Tulisan arab itu tidak bisa kucerna, sebuah
kamus al munawwir kusanding juga. Yang terjadi, aku hanya mendengarkan obrolan
teman-teman. Sejak dulu aku memang tidak bisa belajar dalam keramaian, aku
dzolim ketika memaksakan diri ini belajar. Aku abaikan siang itu, malam senin
ketika aku punya kesempatan lagi (mengaji libur), aku kembali tidak bisa
belajar karena ramai lagi. Hah. Puncaknya, kamusku dipinjam orang tanpa izin
kepadaku padahal aku sedang sangat butuh. Maka air mata tak bisa kubendung
lagi, dan kebiasaan paling memalukanku adalah bisa menangis di mana saja (huh).
Temen-temen meledekku, dan menyembuhkanku. Fatim yang akhirnya mengambilkan
kamusku dan menyemangatiku lagi. Aku bangkit lagi, tapi aku tidak bisa belajar
lagi karena berisik terus. Aku memilih tidur. Bangun setengah empat, dan baru
bisa belajar ;)
Pagi-pagi aku diledek, katanya :”wah umamah sekarag ceria
terus yah”. Aku bilang “ emang aku pernah menangis?” hehe. Lalu mereka pada
protes keras. Piis.
Dan aku juga ingin katakan, menangis itu tidak selamanya
cengeng atau mengeluh atau putus asa atau
sakit hati. Menangis itu adalah kegiatan untuk melegakan diri. Dan satu
kesimpulan yang paling terlihat adalah, ketika masalah-masalah saling bersatu
membentuk suatu titik kejenuhan, disitulah menangis menjadi cara ampuh pertama
untuk menenangkan diri dan kemudian baru kembali bangkit. Dan kalau ada
seseorang bilang : buat apa menangis, menangis hanya sia-sia maka itu salah
besar. Selain melegakkan, menangis juga dapat melumasi kornea mata kita dan
menyehatkan mata loh.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar